Selasa, 31 Mei 2011

Puisi Sayang

Tersesat di Negeri Cinta

Perasaan itu begitu nakal, ia tak dapat kompromi dengan pikiran dan lingkungan, Bandelnya minta ampun. Aku kualahan, juga kamu, juga leluhur kita. Ia berjalan seperti Arloji tanpa angka-angka hingga kita sama-sama tua.

Waktu itu kita berlari  lincah di sepanjang pematang yang ditumbuhi awan dan pohon-pohon bintang. Seluruh tubuhmu berwarna merah marun dan tubuhku biru telur asin, tak ada masyarakat dan agama yang mencintai kita, kecuali Tuhan Yang Maha Esa.
Pegang tanganku dan bawalah aku kepada harapan untuk menggambar relief dan membangun Candi-candi. Aku kan membuat menu masakan dari drama dan pantomim, dari daya hidup dan biografi langkah kaki. Ikutilah desah angin yang membawa seribu lonceng sebesar telinga dan gemrincing gerimis. Dengarlah….sejarah luka menyerah tanpa sarat di dada kita.
Mari berdua duduk di beranda membuat undang-undang dan pasal-pasal dari biji-biji pertemuan. Melangkahlah demi mimpi anak – anak dan pagi yang bergegas mencari berita untuk hari ini.
 Inilah sebuah Negeri yang mengajari kita bahagia tanpa tanda tanya.

Yogyakarta 25 Desember 2010




Catatan untuk Va

Katakan saja pada detak jarum jam jika kau inginkan aku
Katakan kepada hari sabtu atau minggu jika kau ingin menjadi sinar bulan
dan berdiamlah di sudut malam, menunggu malaikat datang
lalu lupakan arah menuju surga dan neraka, tanyakan saja sendiri
Apa kabar bibirmu? Apa kabar rambutmu? Apa kabar tubuhmu?
Apa kabar hari ini? Masihkah ada jantung hati?

Di sini ada lelaki dan perempuan sedang berebut kebebasan

Berlarilah mencari adegan drama tentang kekuasaan, tentang tragedi
atau pilihlah buah apel dan strawberry untuk menemani tidurmu.
Pasti mimpimu akan indah, seindah petani menanam benih padi dan
seindah satu plastik warna cabai. Matikan lampu atau menangis tersedu.

Di sini ada tentara bersenapan cinta dan berseragam lupa

Jika sore telah tiba, berdandanlah sebelum pergi ke pusat pertokoan
Pilih sendiri pakaian kesukaanmu dan aksesoris para pemalas,
malas untuk mati dan malas untuk hidup.

Di sini ada remaja sedang menikmati rembulan malam.

Tidurlah sebelum semuanya bicara masalalu dan hantu-hantu gentayangan
Tidurlah di sebelah telingaku agar kudengar nafas pagimu.

Di sini tak ada siapa-siapa kecuali cita-cita!

Jogja, 19 Maret 2011











Mobil Kura-Kura

Buat Labiqoh si pelukis kecil

Kamu menjemputku pesiar ke tubuh gunung Putri Tidur sambil menunggu kabut dari bukit-bukit, melihat lampu-lampu dan kebun apel. Di jalan berwarna jambu, mobil kura-kuramu mengusung kota yang mulai lelah. Tapi suara tawamu masih sesegar ice cream, dan usiamu masih panjang tuk menggambari pagar-pagar dan jalanan. Sebab dingin kotamu tak pernah mati, dan berliter keringat menunggumu di balik gapura batas kota. Ayo! keliling kota naik mobil kura-kura. Lihatlah, orang-orang hijau, merah dan ungu berdiri berjajar dengan ayah ibumu, yang gagal berlari mengejarmu. Hei, mobil kura-kuramu merangkak tenang, merajut benang-benang perjalanan, sepertimu yang sedang belajar mengaji sambil menyusun warna-warna pagi. 

Malang, 2007 - 2009

1 komentar:

  1. Saya suka dengan gaya bahasa yang sederhana tetapi cukup dalam untuk dimaknai. Sukses

    BalasHapus