Minggu, 09 Oktober 2011

Berita Cerpenkuh...

"Galuh meminta maaf pada ibu. Galuh mengaku, tiap pulang sekolah ia mencuri bunga mawar ibu, lalu meletakkan bunga mawar itu di atas televisi, karena setiap hari Galuh melihat orang mati di televisi."

MAKNA kehilangan dalam kehidupan manusia hingga kini ternyata memiliki sisi yang penuh tafsir dari ruang lingkupnya. Kisah dalam nukilan yang dikutip dalam cerpen berjudul "Galuh Suka Mencuri Bunga Mawar" tersebut mencoba mengajak pembacanya untuk tidak memaknai kematian hanya dalam lingkup domestik, tetapi juga secara universal.

"Dalam konteks tersebut sebenarnya bisa dikatakan sastra menguak dunia. Karena pemaknaaan kehilangan pada sisi ibu dan Galuh memiliki ruang lingkup yang berbeda. Dan disinilah menjadikan ciri yang menarik dari antologi cerpen "Galuh Suka Mencuri Bunga Mawar" karya Andy," urai esais muda Banyumas, Abdul Aziz Rasjid dalam bedah antologi Cerpen "Galuh Suka Mencuri Bunga Mawar" di Auditorium Lama STAIN Purwokerto, Minggu (2/9).

Selain itu, Abdul Aziz, juga mengungkapkan pemaknaan mawar yang digunakan menjadi simbol menarik karena identifikasi bunga tersebut selama ini selalu digambarkan sebagai ungkapan kebahagiaan. Tetapi, lanjutnya, jangkauan konotasi dalam cerpen tersebut mengandung arti baru yang unik dan menarik sebagai referensi poetis.

"Dunia tekstual yang diciptakan Andy berbicara lain pada kita, kreativitas yang unik dalam cerpen tersebut menghadapkan pembaca dalam situasi baru, makna baru yang memungkinkan pembaca menyelami yang tersirat dalam kuantitas kematian manusia," ungkapnya.

Sementara itu, Andy Sri Wahyudi dalam pemaparannya mengemukakan, dalam antologi cerpen kali ini cenderung menggunakan gaya bercerita dalam dunia anak-anak. Karena dalam dunia anak-anak lebih jujur untuk mengungkapkan sesuatu. Selain itu, referensi dari dunia panggung pertunjukan dan pertemuan dengan benda menjadi salah satu unsur penting dalam penulisan cerpennya.

"Pada kehidupan masyarakat saat ini, media tampak sekali mengangkat kesedihan dan duka manusia menjadi satu unsur hiburan. Ungkapan Galuh yang digambarkan menaruh bunga mawar dia atas televisi dalam teks tersebut menjadi salah satu pemaknaan dalam dunia anak-anak yang jujur," paparnya.

Dalam menulis, Andy yang juga menjadi koordinator dalam Bengkel Mime Theatre, memilih untuk tidak menyepi. Dia mengemukakan cerapan dalam karya antologinya tersebut didapatnya dari dokumentasi visual pada peristiwa yang mengangkat tema-tema marjinal untuk diapresiasi. "Dokumentasi visual kecil (dalam cerpen) ditujukan agar ada greget apresiasi dan meyakini dunia tidak diam," ucapnya.

Pada konteks tersebut, Aziz juga mengemukakan, strategi penulisan cerpen karya Andy SW tersebut sebenarnya sangat baik untuk dijadikan referensi penulis di Banyumas. "Dunia prosa dan sastra di Banyumas yang sepi diharapkan bisa menunjukkan geliatnya. Dengan referensi penulisan yang digunakan Andy, sebenarnya bisa menjadi referensi menarik untuk penulis di Banyumas," tuturnya.

Acara yang menghadirkan pembicara Abdul Aziz Rasjid, Andy Sri Wahyudi dan dipandu penulis serta esais berbakat, Dwi Cipta tersebut menjadi seri penutup "Purwokerto Pantomime Series 2011" yang diselenggarakan Saga Khatulistiwa bekerjasama dengan Suara Banyumas-Suara Merdeka dan Bengkel Mime Theatre. (Chandra Iswinarno)

*Pernah dimuat Suara Banyumas-Suara Merdeka Selasa, 4 Oktober 2011
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar