Selasa, 30 Oktober 2012

Topeng Losari

Topeng Losari Yang Terus Bersinar
Oleh     : Andy Sri Wahyudi

Sore itu matahari mulai condong ke barat, sinarnya masih terasa hangat menyentuh kulit. Sinarnya  juga menerangi sebuah pelataran luas yang dikelilingi pohon-pohon rindang, pelataran yang berhawa sejuk, berdekatan dengan sungai dan kawasan outbond. Dari pelataran sejuk itu melantun bunyi gamelan yang dimainkan oleh para pengrawit yang sudah berumur 40 tahun ke atas, lengkap dengan ikat kepala dan pakaian tradisional khas Cirebon warna coklat muda. Bunyi gamelan yang menghias suasana membuat orang-orang berdatangan untuk melihatnya. Warga desa, dari anak-anak hingga kakek – nenek  mulai menempatkan diri di tempat yang mereka anggap nyaman, sebagian melihat dari kejauhan. Beberapa anak bermain kejar-kejaran, ibu-ibu merumpi, orang-orang tua berdiam menikmati irama gamelan. Tak hanya warga desa yang berdatangan, wisatawan manca negarapun turut meramaikan suasana sore di Ledok Sambi, Jl. Kaliurang KM. 19,2 Dusun Sambi, Sleman.

Sebuah pertunjukan Tari Topeng Losari akan segera digelar, Gamelan mulai melamban lalu berhenti. Pukul 16:05 WIB Master of Ceremony membuka acara, setelahnya para pengrawit kembali membunyikan gamelan yang tertata disebuah panggung sederhana beralas karpet permadani tanpa level. Panggung berhias hasil bumi: sayur mayur, terong, kacang panjang, pare, juga makanan kecil dan minuman instran (soft drink) yang digantung mengelilingi gamelan dan pengrawit. Kain merah lebar satu meter di atas panggung, memanjang ke depan dari belakang hingga ujung batas ruang penonton. Sebuah kotak dari kayu yang bervernis halus diletakkan di tengah depan gamelan. Para penonton yang terdiri dari warga desa Sambi, wisatawan asing, dan seniman diantaranya musisi Jaduk Ferianto, teaterawan muda Agnes Cristina dan Fery Ludyanto. Semuanya mulai merapat, mendekat.
Persembahan tari pertama dibuka dengan Tari pamindo atau Panji Sutrawinangun, dibawakan oleh Nur’Anani M Irman atau akrab dipanggil mbak Nani. Tari Panji Sutrawinangun yang menceritakan tentang seorang Ksatria muda dari negeri Urawan, dimainkan dengan greget dan dinamis. Ketika topeng yang diambil dari kotak kayu mulai dikenakan, tubuh mungil yang semula tampak lemah gemulai itu perlahan berubah karakter tokoh yang tegap dan gagah. Gerakkannya mulai menyedot perhatian penonton yang semakin bertambah. Gerak tangan yang sesekali menghentak seiring bunyi gamelan dan gerak tubuh yang luwes itu berhasil menghidupkan karakter topeng seorang Ksatria. Terlihat ada sebuah dunia karakter yang terbangun lewat bunyi gamelan dan gerak tubuh penari. Tubuh penari menceritakan karakter sosok Panji Sutrawinangun sebagai ksatria yang gagah, tegas dan pemberani. Sebuah tarian yang berdurasi 30 menit ini terasa mengesankan. Gerak tubuh dan topeng Ksatria merupakan dua dunia yang menyatu dalam jiwa: sang Penari.

Pertunjukan kedua adalah Tari Bodoran yang dibuka oleh seorang penari laki-laki (Warsono).  Tari Bodoran di dalam rangkaian pentas Topeng Losari, biasanya selalu ada di sela-sela pertunjukan yang ada dalam babakan Topeng Losari. Penari mengenakan kostum hitam dan berkalung selendang, bergerak seiring irama gamelan. Gerak tubuhnya mengalun lamban dan berada di satu titik, juga tak membuka lahirnya karakter tokoh. Akan tetapi ketika irama gamelan mulai mengalun dinamis, gerak penari tak lagi melamban, tubuh Penari seperti membuat ruang yang melahirkan peristiwa baru. Gerak Penari berubah dinamik dan menghentak, lalu dikenakannya sebuah topeng warna merah dengan mata melotot. Topeng yang diambil dari kotak kayu itu, menggambarkan seorang tokoh yang berperangai buruk dan galak. Ia bergerak seperti layaknya penguasa yang terlihat konyol.
Dalam babakan Tari Bodoran lebih ditekankan pada adegan yang melahirkan peristiwa yang konyol. Terlihat ketika muncul tokoh, seorang tua berkostum gombal yang compang-camping layaknya orang gila. Ia hanya diam, namun gestur tubuhnya tampak lucu. Kemudian di susul oleh pengrawit yang turut bermain dalam adegan tersebut. Sementara tokoh penguasa duduk bersila di atas kotak kayu seperti seorang raja yang aneh. Dalam adegan tersebut membuat para penonton tertawa, lantaran sering terjadi hal konyol lewat dialog maupun polah tingkah. Dialog yang digunakan adalah dialek jawa cirebonan, meskipun penonton tak paham artinya tapi tetap tertarik dengan gaya bicara para tokoh. Selain dialog, adegan itu tampak hidup degan mimik wajah dan tingkah laku pemain. Seperti tokoh orang tua yang diperankan pak Sujat, meski diam namun ekspresi wajahnya tampak konyol, dan tingkah laku pemain lain (Amad dan Mutara) yang menjadikan tokoh orang tua bulan-bulanan bahan olok-olok. Tari Bodoran ini cukup menyegarkan suasana pertunjukan, namun kecenderungan pemain yang membelakangi penonton membuat permainan tak terlihat maksimal. Tari bodoran ini memakan durasi yang lumayan panjang sekitar 40 menit. Tari Bodoran memang benar-benar bodor! 
Tari Klana Bandopati merupakan suguhan terakhir dari rangkaian tari Topeng Losari, menceritakan tentang tokoh Raja yang berkarakter congkak, sombong dan menggambarkan angkara murka. Dalam tarian Klana Bandopati, semua elemen yang melekat ditubuh penari mendukung terbangunnya karakter tokoh. Kostum yang dikenakan adalah kain bermotif parang dan bermahkota hitam, dengan bulatan-bulatan merah dironce memanjang disamping kanan-kiri mahkota hingga sepinggang. Kostum yang dikenakan penari tampak ada pengaruh dari Jawa Tengah, mengingat Cirebon berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kostum kain motif parang atau liris ini yang membedakan Tari Topeng Losari dengan Tari Topeng di wilayah Jawa Barat, yang mengenakan kain motif mega mendung. 
Gerakan Tari Klana Bandopati sanggup menyihir penonton, semua elemen yang melekat ditubuh penari difungsikan untuk menghidupkan karakter dan cerita. Setelah mengenakan Topeng, Penari seperti memasuki dunia yang lepas dari karakter aslinya. Gerak Penari sangat dinamis, ia menggerakkan tangan, kaki, kepala dan tubuhnya tak hanya pada satu titik namun berpindah menguasai panggung pertunjukan. Kali ini gamelan tak hanya sebagai pengiring tarian, namun bunyi gamelan menjadi irama yang lebur dengan gerak penari. Crek…! crek…! crek…!! Crek…!! Hentakkan gerak kaki, tangan dan liukan tubuh beriringan dengan bunyi alat musik keprak, bunyi alat gamelan yang lain berubah semakin dinamik. Suasana yang terbangun semakin memuncak dalam ketegangan dan amarah, sebuah gambaran cerita angkara murka yang tengah melanda diri manusia. Berkai-kali kaki penari menyibakkan kain selendang yang terjurai di tanah dengan sapuan tegas. Sering juga  penari berbalik ke belakang dengan gerak cepat lalu berhenti dengan satu kaki diletakkan di atas kotak kayu. Di dalam Tari Klana Bandopati ini dijumpai gerakkan khas Tari Topeng Losari yakni Galeyong atau khayang, gerak yang meliukkan badan ke belakang. Selain itu tari Topeng juga mempunyai gerak gantung sikil sekitar 10 menit. Dua gerakan tersebut menjadi kekhasan sekaligus kekuatan dalam Tari Topeng Losari. 
Pertunjukan Tari ketiga dalam rangkaian pentas Tari Topeng Losari ini berdurasi cukup lama, sekitar 45-50 menit. Meski demikian, Penari Klana Bandopati (mbak Nani) masih tampak enerjik. Dalam ketegangan dan tubuh yang mulai capai itu sang Penari menyikapinya dengan santai: tiba-tiba ia istirahat dengan menduduki salah seorang pengrawit, kadang berhenti lalu minum dengan mengambil minuman yang digantung diseputar panggung. Peristiwa itu menciptakan suasana baru yang segar. 
Tak terasa petang mulai datang, rangkaian pentas Tari Topeng Losari yang berdurasi dua jam itupun selesai sudah. Jumlah Penonton hingga akhir pertunjukan tak lagi bertambah, berkisar anatar 90 – 100 penonton. Pementasan ini cukup berhasil dalam membawakan Tari Topeng Losari, namun dalam hal publikasi kurang tergarap. Sepantasnya pementasan Tari di pelataran seluas sekitar 600m itu bisa dihadiri lebih dari 200 penonton, apalagi pementasan ini diselenggarakan di Desa Sambi yang berstatus sebagai desa wisata.
Sanggar Purwa Kencana Topeng Losari
“Saya akan terus menari...hingga kaki saya tidak bisa melangkah lagi”
Demikian yang terucap dari hati sang penerus generasi ke 7 pewaris Tari Topeng Losari, Nur’Anani M Irman. Beliau ingin melanjutkan cita – cita leluhurnya yang terus memberikan sumbangan wacana seni tradisi. Beliau telah membuktikannya dengan mendapat penghargaan dari pemerintah maupun kancah pecinta seni. Bersama Sanggar Purwa Kencana Topeng Losari pernah menjadi misi kesenian untuk mementaskan tari Topeng Losari di 22 Negara.
Sanggar yang beralamat di Jl. Baru. Desa Astana Langgar. Gg. Dewi Sartika RT/RW: 01/03 No. 03 Kec. Losari, Kab Cirebon ini, didirikan oleh Ibu Dewi dan Ibu Sawitri, generasi ke 6 pewaris Topeng Losari, pada tahun 1984. Sanggar Purwa Kencana memiliki arti yang menarik, Purwa berarti terdahulu/masalalu sedang Kencana berarti Emas. Sanggar tersebut bertujuan untuk senantiasa menjaga seni keemasan masalalu sebagai warisan kekayaan khasanah budaya Nusantara. Pengabdiannya terhadap kesenian tradisional Topeng Losari, membuat seni Topeng Losari Cirebon dikenal di kancah dunia internasional. 
Meskipun arus budaya global tengah berdatangan melanda negri ini, namun Tari Topeng Losari tetap selalu ada, hidup dan bersinar!

Jogjakarta, 3 Oktober 201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar