Jumat, 15 April 2011

Apel Merah


keramaian yang mulai bergerak-gerak

buat acida

tapi kamu jauh ya…, sejauh pertanyaan yang datang dari sebuah arah tak bernama. aku ingin mengajakmu berbincang di beranda rumah, katamu. okay, kita akan ngobrol tentang desain baju, jam siaranmu, liputan fashion show, kerja sosial, dan menyalakan kembang api sambil mendengarkanmu bermain gitar clasic. mungkin lucu ngobrol denganmu yang asing, katamu lagi. Aku yang tak kau mengerti alamat dan tanggal lahirnya. biarkan kita menjadi mitos sebentar saja. sesudahnya kita akan membuat kemerdekaan dengan desain kostum dan bendera dari pensilmu, kamu yang mengaransemen lagu-lagunya, dan merdeka itu kuberi nama: namamu, ya, kamu: apel merah, karena merdeka itu enerjik sepertimu, ia pintar sepertimu, kreatif sepertimu, tomboy sepertimu, dan juga suka marah sepertimu. marah yang sulit kumengerti. lalu kita akan membagi waktu untuk bermimpi, tertawa, mengenang, sedih, bengong, lupa, dan cinta. mmm…hari ini sudah sore, mandilah dulu di sungai atau di danau, jangan di kamar mandi, karena airnya suka ngrumpi dan nggak suka lagu pop. kamar mandi nggak bagus untuk kesehatan tubuh dan psikismu. setelah itu berdandanlah di bawah sore bersamaku, aku sudah membawakanmu t-shirt warna krem bergambar tan malaka dan rapat akbar di lapangan ikada. lalu aku akan menyisir rambutmu, membedaki pipimu, dan mencium idungmu. setelah itu kita akan main sepeda-sepedaan ke tempat yang jauh, tempat yang belum kita kenali, agar nanti mami dan galang mencarimu. hehe…apakah hari ini kamu sudah tertawa? aku ingin mendengarnya, karena aku rindu masa kanak-kanak. tertawalah sekali saja untukku; atau untuk malam yang segera datang tanpa pakaian. malam dengan kejujuran. malam dengan sebuah bintang yang sinarnya sampai ke hati, seperti katamu suatu hari. eh, malam nanti kamu masih nongkrong di tempat kerjamu? atau mungkin ingin pacaran? hihi…atau barangkali membantu mami untuk tersenyum; atau bercerita tentang dunia raksasa yang suka makan buah pisang dan semangka, di depan adik-adikmu? ah, dunia seperti parade komedi, tak perlu ada tragedy; atau ironi; atau melodrama. semua akan abadi dan tak ada yang bersembunyi atau mati, tanpa ada rasa takut dan khawatir perihal tumbuh dan mengalir, membiarkannya dengan keberanian. tapi sudah dua kali ini aku merasakan marahmu, dan setiap tengah malam ada pasar malam di seputarku, pasar tempat orang-orang menaruh curiga dan cemburu. baiklah, aku akan mengajakmu keluar sebentar melihat kota-kota dari atas bukit.melihat kesibukan yang angkuh dan berpagar emas. sungguh, tak ada yang mempesona dari kekuasaan dan sandiwara picisan. sebentar saja, aku ingin mengajakmu di tepi danau untuk membuat hidup yang terus membuncah. tanpa busa. inilah keramaian yang tak bertuan, ia mencari sesuatu, mencari sebentuk perasaan yang sanggup bicara dan mendengar ingatan. keramaian yang berlatar musik jazz dan rock ‘n roll. oh…tapi aku tak bisa membawakanmu sekaranjang strawbery, sepotong pizza, atau aksesoris kecantikan. tapi aku berjanji akan menyelimutimu ketika dingin dan mengucap selamat bobo tiap malam, juga mengajakmu pesiar ke dunia berwarna biru muda. karena setiap pagi kita akan berpisah untuk membuat pertemuan yang selalu baru dan sehat. tidak kah kau tahu ada selembar puisi sedang kutulis untukmu, yang akan kubacakan di sebuah malam ketika lampu lalu-lintas padam dan pintu-pintu rumah tertutup rapat. ketika suara serangga dan dengingan nyamuk membentuk imajinasi mozart atau bach. kita tak pernah menyadari kalau pagi sudah membangun pintu gerbang dari kabut yang masih samar namun nyata dan dinginnya terasakan. terasa saat bahasamu dan bahasaku berada dalam vas bunga. berada dalam sebingkai hari yang terus berjalan dan bergetaran. tanpa masuk angin!

2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar