Kamis, 14 April 2011

FTJ, Gagasan yang Terus Disirami

 



FTJ, Gagasan yang Terus Disirami

Oleh Andy Sri Wahyudi
Yogyakarta pernah menjadi semacam "kawah candradimuka" bagi para penggiat seni teater tahun 1960 sampai 1980-an hingga melahirkan tokoh-tokoh seperti WS Rendra, Putu Wijaya, Mohamad Diponegoro, Emha Ainun Nadjib, dan Butet Kartaredjasa. Tahun 1980-an di Yogyakarta pernah bermunculan kelompok-kelompok teater, yang secara intensif mengadakan "arisan teater". Budayawan kita, Umar Kayam, pernah menggagas adanya "Galatama Teater" di Yogya.
Di awal 1990-an, di Yogya juga lahir kelompok Teater Garasi dan Teater Gardanalla. Keduanya berhasil eksis sampai sekarang, bahkan telah merambah ke ranah internasional.
Perjalanan sejarah teater di Yogyakarta telah melahirkan rangkaian peristiwa dan proses kreatif yang panjang. Sayang, jika sekadar menjadi romantisme belaka, sejarah teater Yogya memuat nilai- nilai kreatif yang dapat menjadi semacam "oli pelumas" untuk menghidupkan kembali iklim perteateran yang dinamis dan segar, sesuai konteks zaman masa kini. Sejarah dipahami sebagai wacana untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan proses kreatif dan sistem kerja teater di setiap zamannya.
Dari tahun ke tahun telah diupayakan untuk menghidupkan dinamika kerja teater lewat festival-festival teater tahunan yang diadakan oleh instansi pendidikan maupun instansi seni budaya. Di antaranya, Festival Teater Musim Panas (Tempa) dan Festival Teater Kampung yang diselenggarakan Taman Budaya Yogyakarta. Beberapa bulan lalu, Institut SeniIndonesia juga mengadakan Festival Teater Remaja (FTR). Adanya festival tersebut memang cukup menggairahkan kehidupan teater. Namun, setelah festival usai, biasanya riwayat hidup kelompok teater akan kembali surut. Apalagi teater sanggar-yang notabenenya teater independen-mereka akan kembali terseok dan merengek-rengek untuk menghidupkan proses kreatifnya, dan kembali terjebak persoalan klasik: infrastruktur yang tak memadai, pendanaan, birokrasi, dan wacana tentang teater.
Meskipun demikian, gagasan adanya festival teater tak dapat sepenuhnya dikatakan gagal karena dalam peristiwa festival setidaknya setiap kelompok mendapatkan kontribusi pengalaman kerja kreatif dan terjadinya persinggungan antarkelompok teater secara sportif dan kompetitif. Hendaknya gagasan festival teater terus disirami dengan wacana dan imajinasi kerja secara kontinu agar terlaksana secara konkret: melahirkan kelompok-kelompok teater yang dinamis dalam berproses kreatif.
Berangkat dari refleksi sejarah dan gagasan festival di atas, Taman Budaya Yogyakarta dan Yayasan Umar Kayam memprakarsai program Festival Teater Jogja FTJ) 2009-2011. Program ini akan diikuti oleh 18 kelompok teater yang lolos seleksi berdasarkan keberadaan, keterwakilan daerah, aktivitas, proses berteater, kontinuitas berkarya, dan karya yang dihasilkan. Proses seleksi dilakukan tim kurator yang ditunjuk oleh penyelenggara. Tim terdiri atas para praktisi teater, di antaranya Landung Simatupang (aktor), Indra Tranggono (penulis naskah), Nanang Arizona (dosen tata artistik teater), dan Hamdy Salad (penyair dan pembina teater).
Pada tanggal 27 April tepat pukul 16.00 di Yayasan Umar Kayam, Sawit Sari, Jalan Kaliurang, telah terjadi pertemuan yang dihadiri 18 kelompok teater dan tim kurator. Delapan belas kelompok teater yang hadir terdiri atas kelompok teater kampus dan teater sanggar yang berdomisili di Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Setiap kelompok diberi kesempatan berbicara mengenai sejarah, kebutuhan artististik, dan manajemen pengelolaan kelompok masing-masing. Pertemuan itu melahirkan diskusi yang progresif antarkelompok dan tim kurator sehingga dapat saling terbuka dan jujur mengutarakan harapan, usulan, dan saran untuk terwujudnya festival. Pertemuan yang dimoderatori Kusen Alipah Hadi (Direktur Yayasan Umar Kayam) tersebut memunculkan sharing gagasan dan konsep kerja perihal FTJ (2009-2011). Rumah Sendiri
"Kembali ke Rumah Sendiri" merupakan tema festival yang bisa diartikan sebagai pemahaman bentuk pemikiran, perilaku, kenyataan, dan harapan yang berkembang dalam ranah sekitar (lokal). Tema bersifat terbuka dan tidak membatasi proses kreatif baik secara dramaturgis maupun konseptual, tetapi ditujukan sebagai sumber inspirasi penggalian gagasan dan bentuk ekspresi baru penulisan naskah lakon berdasarkan khazanah literatur kebudayaan lokal.
FTJ 2009-2011 akan berlangsung secara berkala selama tiga tahun. Setiap tahun ada enam kelompok teater yang berkesempatan mementaskan karya. Tahun pertama yang akan berpentas adalah Teater UNSTRAT, Teater JAB, Teater ESKA, Lembaga Teater Perempuan, Komunitas Seni Teku, dan Kelompok Teater TeMMu. Proses kerja festival dimulai pada awal Mei dan pelaksanaan pementasan berlangsung Juli-Agustus. Setiap tahun akan dipilih satu kelompok terbaik untuk mendapatkan penghargaan piala Umar Kayam dan Mohamad Diponegoro.
Selama proses kerja menuju pelaksanaan, tim koordinator dari Yayasan Umar Kayam akan menggagas program kerja: pengadaan kelas- kelas diskusi, workshop perihal teater, dialog antarkelompok teater, dan menyediakan web event yang memuat aktivitas proses peserta terpilih, dan berfungsi sebagai komunikasi juga rekaman kehidupan teater Yogya.
Capaian yang diharapkan dalam tiga tahun ke depan adalah terbentuknya semacam "forum persaudaraan" di kalangan kelompok- kelompok teater di Yogyakarta. Terwujudnya suatu wahana untuk mengakomodasi kebutuhan berembuk serta tukar-menukar wawasan serta pengalaman di bidang artistik maupun manajerial antarkelompok teater.
FTJ 2009-2011 adalah upaya mendorong maraknya kehidupan teater di Yogyakarta, yang tak hanya ditandai dengan pementasan di gedung- gedung "standar", melainkan juga di komunitas-komunitas di pelosok kampung dan desa, yang menampilkan keragaman tema, pendekatan, dan bentuk teatrikal. Dengan demikian, teater mampu-secara kualitas maupun kuantitas-mewujudkan potensinya untuk menyumbang pembangunan kebudayaan secara berkelanjutan. Program ini sekaligus memberdayakan masyarakat untuk sekurang-kurangnya mampu menciptakan dan memproduksi hiburan mereka sendiri, bertumpu pada kreativitas artistik dan kapasitas manajerial mereka sendiri.
Sudah bukan saatnya teater Yogya merengek-rengek. Saatnya teater Yogya berdaya hidup! 

Andy Sri Wahyudi Tim Koordinator Festival Teater Jogja (2009-2011) dari Yayasan Umar Kayam (YUK), Penggiat Kelompok Teater TeMMu, Yogyakarta Halaman D
Top of Form
di muat di Kompas Jogja Senin, 8 Juni 2009 | 15:25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar