Kamis, 14 April 2011

Wanita Insomnia


Kepada ketidaklaziman itu.



WANITA INSOMNIA
(Peristiwa Tengah Malam Hingga Larut Pagi)







OLEH : Andy S.W.


POTRET SATU


PERTARUNGAN TENGAH MALAM
Di beranda. Tengah malam telah berdentang, dan bayang-bayang gadis kecil itu selalu mengusiknya. Entah dari mana datangnya ia sendiri tak pernah tahu.

Gadis Kecil :  Hey...!!! bagaimana khabarmu malam ini?
Hey...!!! apa yang sedang kau gelisahkan ?
Bukankah malam ini seharusnya kau bercinta dengan suamimu ?

Ia bergeming, tapi sosok gadis kecil itu masih saja mengusiknya sambil bermain dan menari-nari

Gadis Kecil :  Hey ... !!! apa yang sedang kau gelisahkan?
Bukankah malam ini seharusnya kau bercinta dengan suamimu?

Adalah ia wanita penyandang insomnia semenjak hatinya tergores luka masa silam.
Di pertengahan malam, ia tampak gelisah seperti menanti datangnya satu peristiwa.

Wanita itu   :   Bukan aku tapi entah siapa yang telah melakukannya?! Aku belum pernah bercinta dengan suamiku.

Gadis kecil  : Hey!!! mengapa kau berbicara sendirian?

Wanita itu   : Tak seorangpun Tahu hanya satu kelaminku saksi    satu-satunya.

Gadis kecil  : Hey!!! apa yang sedang kau gelisahkan?

Entah apa yang terjadi pada wanita itu, sepertinya ia semakin gelisah dan berkata-kata sendirian di tengah malam.

Wanita itu : Aku Berjalan menyusuri Sungai bersama malam yang selalu menyimpan peristiwa, hanya sekadar menikmati udara amis dan bacin yang barangkali masih berceceran. Dengan sayatan pisau berkarat pada dada, bercak-bercak darah pada tubuh mataku tajam menatap rembulan yang sedemikian kejam memporak-porandakan malam-malamku.Di rahimku tergeletak onggokan tubuh yang entah kelak akan menganiyaya ataukah menjelma hantu-hantu ketakutanku. Pada peristiwa malam itu... pada peristiwa malam itu...
                                 Aku belum pernah bercinta dengan suamiku!!!!!

Ia berteriak menghempaskan luka-lukanya, tapi malam tetap saja senyap dan menyayatnya. Hanya bayang-bayang gadis kecil yang setia mengusiknya.

Gadis kecil : Hey!! Mengapa kau berteriak-teriak sendirian?

Ia hanya tersenyum sendiri seolah baik-baik saja, tapi siapa sangaka malam itu telah menjelma pertarungan yang berkecamuk dalam dirinya.

“Terjadinya (Ruang) terror Psikis manusia”

POTRET DUA

INTEROGASI.
Ia berteriak tiba-tiba. Seperti menghujat sesuatu yang sedari tadi mengganggunya (maaf, hanya ia sendiri yang tahu)

Wanita itu : Tololl!!! Berhentilah bermain-main, sudah dari dulu aku katakan tak seorangpun berhak mengungkit peristiwa malam itu. Hentikan kecemasan ini!!! Tak tahukah kau tahun-tahun telah berlalu? tapi kecemasan itu selalu saja memposisikanku sebagai terdakwa.
Katakan kepada siapa aku harus berkata?!...

Ia semakin larut dalam kecemasannya. Sementara malam telah terlewati, dan dini hari menjadikannya sebagai terdakwa dalam ruang interogasi (dirinya sendiri.)

Wanita itu    : Katakan kepada siapa aku harus berkata?!...

Pertanyaan tentang peristiwa itu berdatangan mencarinya.

Entah            :  Kau kah itu? Kau kah itu?...
Mengapa terdiam? Berkata-katalah diantara reruntuhan malam-malammu atau menarilah dipertengahan malam ini!
Kamana kau berlari? Dimana kau taruh jejak-jejak peristiwa malam itu?

Ruangan itu semakin pengab menyekapnya dan sekehendak hatinya ia berkata.

Wanita itu    : Aku menjelma kelelawar dan kecoa terbang   di sepanjang malam.

Entah            : Aku tanyakan tentang peristiwa malam itu?
                                 di mana kau taruh onggokan tubuh yang katanya pernah menghuni sisi ruang gelap tubuhmu?
Apakah onggokan tubuh itu telah lenyap diantara masa silammu?
                        Dimana onggokan tubuh itu?

Wanita itu    : Terbuang membusuk diantara kerumunan lalat-lalat. Tak tahukah kau tahun-tahun telah berlalu tapi kecemasan itu selalu saja memposisikanku sebagai terdakwa

Entah            : Telah terbaca pengkhianatan-pengkhianatan pada prosesi hidupmu.   Terlukis jelas kegetiran, sayatan, kecewa dan nuansa hidup yang telah melahirkan air mata.
Tentang kelahiran itu telah aku tepati. Pada sebuah ruangan pengab beraroma darah telah menciptakan prosesi hidup yang akan menghantui sketsa-sketsa hidupmu. Aku tanyakan tentang peristiwa malam itu?!!!
Lihatlah sebatang ruh melayang-layang mencariku... Dimana kau taruh onggokan tubuh itu?
Ceritakan tentang pristiwa malam itu, tentang percakapan-percakapan yang harus kau ingat disepanjang malam-malammu!

Wanita itu    : Lekas berkemas-kemaslah dari mimpi-mimpiku!!! Kau cari ayahmu yang hanya bisa terkapardan tergolek lemas diatas ranjang mereka hanya babi-babi hutan berkelamin manusia.

Entah            : Warna kilatan api telah menggores dinding masa silammu dan peristiwa hidupmu itu adalah pendarahan. Aku tanyakan tentang peristiwa malam itu?
                        Kemana kau berlari ?

Wanita itu    : Aku telah membeku tinggal puing-puing yang                        tersisa. Di tubuhku berceceran bercak karat dan jamur tua.

Gadis kecil   : Hay!!! Bagaimana khabarmu malam ini? Apakah kau baik-baik saja? Mengapa kau berteriak, menangis dan tertawa sendirian ditengah malam?

Rupanya gadis kecil itu masih juga mengusiknya ditengah ketakutan atas pertanyaan-pertanhyaan yang bertubi-tubi menerkamnya. Lalu...

Wanita itu  : Aku berjalan menyusuri sungai bersama malam yang selalu menyimpan peristiwa. Menggenggam seonggok tubuh pada rahim, ketakutan bayang-bayang menyatu pada udara anyir malam. Aku berlari menembus warna kelam malam yang selalu menyimpan peristiwa...
Aku belum pernah bercinta dengan suamiku!!!


POTRET TIGA

KUTUKAN DAN CERITA TERPOTONG-POTONG.
Ia terkapar mengh       ujat dirinya dan terus bercerita tentang peristiwa malamnya, sekalipun tak pernah terselesaikan. Selamanya akan menjadi rahasia menyakitkan.

Wanita itu :  Aku berjalan menyusuri sungai bersama malam yang selalu menyimpan peristiwa hanya sekedar menikmati udara amis dan bacin yang barangkali masih berceceran, dengan sayatan pisau berkarat pada dada, becak-bercak darah pada tubuh, mataku tajam menatap rembulan yang sedemikian kejam memporak-porandakan malam-malamku... ...
Aku berjalan menyusuri sungai bersama malam yang selalu menyimpan peristiwa hanya sekedar menikmati udara amis dan bacin yang masih berceceran... ...
Aku berjalan menyusuri sungai bersama malam yang selalu menyimpan peristiwa... ... ...
Aku berjalan menyusuri sungai ..........

Malam telah mengutuknya dan bayang-bayang itu semakin kejam menyayatnya.

Entah            : Aku mencium jejak-jejak perjalananmu. Tentang sayatan luka yang menggores ruangan hidupmu telah tumbuh atas nama masa lalu dan tragedy traumatic itu. Lantas siapa yang layak dikatakan setia dan durhaka diantara kita?
Suara tangismu... air matamu menetes mirip liur anjing!!!
Terkutuklah!!! Terkutklah!!! Terkutuklah!!!

Kelak akan aku temukan ia menggigil kedinginan di bawah gerimis pagi dan telanjang bersandar pada tumpukan sampah masalalu.
Peristiwa macam apa yang akan ia ceritakan?
Apa yang akan ia percakapkan tentang malam?
Terkutuklah ia…!!! Terkutuklah ia!!! Terkutuklah ia!!! Terkutuklah ia!!!!


POTRET EMPAT

MIMPI-MIMPI SORE

Ia hanya terdiam memandangi dirinya sendiri yang terkapar. Tapi entah mengapa, perlahan-perlahan bibirnya tersenyum renyah, wajahnya berbinar, dan matanya tampak anggun keibuan, seperti menatap suatu impian diakhir perjalanan yang telah ia tempuh bertahun-tahun.

Oh… lihatlah diantara kesenyapan itu ia berdendang, sepertinya ada sesuatu yang ‘indah’ dalam hatinya. Adakah sebuah keharmonisan hidup yang ia temukan atau setidaknya ia dapat tersenyum bijak pada dirinya sendiri atau memang harus bermimpi menjadi sosok ibu yang bijak dihadapan anak-anaknya?

Ibu                :     Sore ini akan lahir sebuah romantika menjelang musim panas:  anak-anak bermain-main lincah, berlarian telanjang di atas pematang sawah di sisi sungai. Mereka mengejar layang-layang dan berteriak-teriak lepas. Jiwanya terbang bebas di antara perbukitan, suaranya lantang membentur tebing-tebing, matanya menatap jauh menembus dedaunan dan reranting. Sementara cahaya bersilang di antara celah-celah pepohonan; mereka bernyanyi, menari bersama kicau burung.
Kaki-kaki kecilnya menyentuh rerumputan dan tanah basah, terkadang memecah genangan air dan warna tanah basah itu menjadi ornament-ornamen yang mewarna kulitnya.

sedemikian cepatnya ia mencipta keharmonisan dalam dirinya atau bermimpi atau apapun itu tentang sesuatu yang seharusnya ia miliki, sekalipun hanya sejenak berlari dari kecemasan nya.

Anak-anak       : Musim layang-layang telah tiba ...  musim kupu-kupu juga telah tiba
Anak1             : Sore ini akan mencipta sebuah ekosistem Harmoni dengan nuansa Orkestra
Anak 2            :     lihatlah ada konfigurasi pelangi menghiasi senja
Anak 1                        : Bunga-bunga merekah mewarna sore
Anak 2                        : Sepasang kupu-kupu mengajak kita bercanda
Anak 1            :  Lihatlah sekelompok awan berarakan menuju tenggara
Anak 2            : Ah... benarkah? Ayo kita menari-nari diantara udara sore.
                           Inikah mimpi yang belum pernah kita kunjungi?
Anak 1                        : Sebuah taman sebelum Firdaus...  
Anak 2            : Asyik... aku menjadi sekuntum bunga tulip,
Anak 1            : Aku menjadi matahari kecil
Anak 2                        : Aku menjadi daun yang sedang tersenyum.
Anak 1                        : Aku menjadi pohon cemara yang berderai
Anak 2            : Baiklah, aku akan menjadi rumput yang tumbuh     di antara pohon cemara
Anak 1                        : Aku akan menjadi batu yang menindih rerumputan
Anak 2                        : Aku menjadi gempa bumi lalu gunung meletus
Anak 1                        : Ah... aku menjadi sungai yang bekelok-kelok
Anak 2                        : Aku menjadi ranting di tepian sungai
Anak 1            : Aku akan menjadi baling-baling bamboo
     (Sebenarnya bebas menjadi apa saja asal menghias suasana)
Anak 2            :  Lihatlah aku menjadi boneka kayu yang lucu sekali,
Anak 1                        : Aku suka sekali. Ih... lucu, ayo kita bermain-
Main! ah... bonekanya berjalan sendiri lucu sekali. 
Anak 2            : Aku adalah boneka kayu yang kerasukan hantu  jahat
Anak 1                        : Ibu... aku takut... boneka kayunya mengejarku
Ibu                   : Ayo sudahlah, berhentilah bermain-main, hari sudah mulai petang, kalian sudah lelah. Nanti kalian sakit, badan kalian sudah kotor. Pulanglah, ibu sudah merebus air untuk kalian mandi.
Anak 1            : Ah... ibu biarkan kami menikmatinya sebentar lagi
Anak 2            : Lihatlah bu... tanganku sudah menyentuh telinga aku tidak takut lagi dengan malam.
Anak 1            :  Aku hanya ingin menikmati sore bersamamu. Biarkan burung-burung pulang kesarangnya, biarkan langit tampak sepi
Anak 2            :   Dan kita akan tetap tersenyum bersama memandang senja khan ?
Ibu                   : Tapi nanti kalian akan sakit, angin malam tidak baik untuk kesehatan. Sudahlah tidak baik petang-petang bermain-main diluar rumah. Ayo lekas pulang, makan malam telah tersedia.
Anak 2            : Aku hanya ingin menikmati sore dan menghantarkan matahari tenggelam, kasihan khan matahari selalu sendirian.
Anak 1            :  Akan aku lambaikan tangan agar esok ia tulus mencipta pagi, bunga-bunga dan nyanyian burung-burung.
Anak 2            : Tapi kalau sakit siapa yang akan merawat kalian? ibu akan semakin repot! Malam akan segera tiba, biarkan pagi, bunga-bunga dan nyanyian burung-burung datang sendiri tak usah kalian nanti, karena setiap hari terjadi rotasi seiring kehidupan manuasia.
Anak 2            : Ibu... lihatlah matahari itu, kasihan sekali sebentar lagi matahari akan tenggelam. Oh matahari... matahari... aduh kasihan sekali.
Anak 1            : Tadi ia telah mencipta senja yang sedemikian indah dan sebentar lagi akan meninggalkan jejak berupa malam, bulan dan bintang-gemintang.
Anak 2            :  Matahari... selamat jalan, met bobo  ya... Have anice dream...
Ibu                   :  Anak-anakku kalian ingat tentang kisah legenda Candikkala?Candikala? Candikala... Candikala...
Anak 1            : Eemmmm……? ia bertaring, ada darah digiginya!
Anak 2            : Ia Berkalung tengkorak manusia, kepalanya menyerupai pantat!
Anak 1                        : Mulutnya diagonal, telinganya jajaran Genjang!
Anak 2                        : Hidungnya berlobang lima, wajahnya berjerawat!
Anak 1                        : Kakinya bertaji, matanya berwarna oranye!
Anak-anak       : Ibu... aku takut... aaku takut... kemana kau bu... baiklah aku tidak akan nakal lagi.
Ibu                   : Sudahlah jangan menangis ibu sayang dengan kalian semua, tapi ibu akan sedih kalau kalian nakal. Hari sudah malam kalian lelahkan seharian bermain-main?

Sebuah tembang melantun begitu saja menghiasi suasana.

Ibu                   :     Mereka anak-anakku tercinta wajahnya lugu bebas dari dosa, mereka tampak lucu,imut dan rupawan. Setiap malam aku berdoa atas nama masa depan mereka. Semoga kelak dikemudian hari mereka berguna bagi nusa, bangsa, tanah air dan agama.

Bergegas ia termenung kembali setelah bersandar pada mimpinya

Anak 1            : Matahari telah tersenyum, pasti hari ini ia akan mencipta pagi yang lebih indah dari hari kemarin.
Anak 2            : Bunga-bunga, pagi, dan nyanyian burung-burung pasti akan segera datang.
Anak 1            : Sudahkah sarapan pagi telah kau siapkan?
Anak 2            : Sudahkah kau lipat-lipat baju tidurku?
Anak 1            : Maukah kau memandikan aku ?
Anak 2            : Apakah kau sudah mencium keningku?

Anak-anak itu kembali melintas, tapi saat ini suara mereka bersahut-sahutan mengharubirukannya.

Tiba-tiba ia menangis dan berteriak- teriak menghempaskan luka-lukanya lalu dini pagi itu kembali mencekam. Ia tersadar dari mimpinya.

Wanita itu       : Sudah aku katakan dari dulu tak seorang pun berhak mengungkit pristiwa malam itu!!! Biarkan aku berlari kearah mimpi!!!



POTRET LIMA

 

PUISI MEMBUKA PAGI

Rupanya ia mencoba berlari dengan mimpi-mimpinya, hanya sekedar menyelamatkan diri, tapi sayang hanya sejenak dan segera terjaga dari mimpinya. Ia merintih kesakitan dalam keterjagaannya. Hanya mendengar suara tawa gadis kecil yang masih saja mengusiknya.

Gadis kecil      : Apakah kau mencoba bermimpi?
Kau mencoba bermimpi?
Hey kau tahu? berbohong itu dosa
Sejak zaman nenek moyang dulu berbohong itu tidak baik
kalau tidak mampu berkatalah jujur
Tak usah kau ceritakan tentang peristiwa malam itu…
Manusia selalu ketakutan dengan bayang-bayangnya sendiri
Rupanya malam telah menenggelamkanmu
Peristiwa malam itu telah membuangmu sendirian
Kau telah menjelma seonggok tubuh terlantar
Kau telah durhaka mengingkari hakekat manusia dengan mengatasnamakan kehormatanmu sendiri. Setiap manusia menempuh proses kelahiran yang sama seusai melewati pergolakan dasyat. Tanyakan tentang predikat manusia kepada orang-orang?

Sementara dari kejauhan suara Muadzin bersahut-sahutan.

Wanita itu       :  Kepadamu mataku memandang jauh kesunyi
Jauh, jauh tanpa batasan pasti
Resah datang dan pergi tanpa arah
Sejenak lalu diam
Ada saatnya ketika rindu, luka, kecewa, dendam, cemburu, Setia dan penghianatan
Merasuk menjadi satu sejenak lalu patah
Air mata mengalir atas nama kata-kata...

Gadis Kecil     :  Hey, bagaimana khabarmu?
Mengapa terdiam?
Sampai jumpa dimalam nanti...

YA, SAMPAI JUMPA DIMALAM NANTI !
“MANUSIA SELALU KETAKUTAN DENGAN BAYANG-BAYANGNYA SENDIRI”



Djogja 2002-Nov 2003
tak tahukah kau?
Kecemasan itu telah menjelma kata-kata
yang bertaburan di beranda kita.
















Ada sebuah ruang kosong yang harus kau isi dengan tulus entah berupa apapun itu :

2 komentar:

  1. wah...
    ini naskah baru ya bung?
    sudah pernah dipentaskan po belum ini?
    sepertinya belum to?

    ijin copy ya bung, mau tak baca di rumah.
    hihihihi

    BalasHapus
  2. udah. dulu tahun 2003 di panggung ralino sanata darma. itu karya pertama saya.

    hahahahaa...ra jelas..waton nggaya bengak-bengok tur wagu...!!

    trimakasih atas kunjunganya...

    BalasHapus